Liberalisme Pemikiran Islam

Doktrin liberalisme merusak tatanan Islam
Atmosfer pemikiran dengan doktrin subyektifitas dan relativitas kebenaran merupakan faktor penting lahirnya paham pluralisme dan pluralisme agama. Ini merupakan faham yang diusung oleh liberalisme. Faham seperti sekularisme, pragmatisme, rasionalisme, deskralisasi, empirisme, pluralisme, persamaan dan lain-lain tidak dikenal di dalam sejarah peradaban Islam.
Jika diteliti lebih jauh maka kita dapat mengetahui bahwa pemahaman-pemahaman seperti ini merupakan pemahaman yang menyimpang. Kenapa?. Karena pemahaman tersebut tidak dibangun berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits Nabi. Pemahaman-pemahaman tersebut mutlak dibangun diatas rasio dan spekulasi filosofis. Dapat dibayangkan jika pemahaman mutlak dibangun diatas rasio akal manusia maka kita dapat mengaca pada sebuah pepatah “Li Kulli Ro'sin Ro'yun” (setiap kepala memiliki pendapat/pemikiran). Maka apa yang terjadi?. Yang terjadi adalah ketidakjelasan akibat dari relativitas kebenaran. Tidak jelas mana yang haq dan mana yang batil karena semua diukur dengan rasio masing-masing. Hal ini akan berdampak pada kerusakan di dalam agama tersebut.
Apakah agama Islam tidak mengenal adanya akal ?. Oh sangat mengenal sekali bahkan harus digunakan. Akan tetapi Islam memposisikan akal dibawah wahyu Ilahi. Inilah yang membedakan antara Islam dengan pemahaman-pemahaman postmodernisme barat. Wahyu Ilahi tetap butuh interpretasi lalu dengan interpretasi siapakah memahaminya?.
Sekedar gambaran saya jadi ingat waktu kuliah saya diminta untuk memberikan pengertian dari sebuah istilah yang diajukan oleh Sang Dosen. Saya lalu menjelaskan pengertiannya yang diminta. Setelah selesai saya menjawab kemudian Sang Dosen bertanya pengertian yang saya sampaikan itu merujuk pada apa dan darimana?. Maka saya menjawab dari hasil interpretasi saya. Maka dengan serta merta Sang Dosen mengatakan, kalau begitu anda harus bisa mempertanggungjawabkan interpretasi anda. Saya waktu itu benar-benar terkejut dan berfikir jika hal yang seperti ini saja harus dipertanggungjawabkan dan tidak bisa seenaknya menggunakan pemahaman kita apalagi ketika kita berusaha memahami tentang Islam.
Lalu dengan interpretasi siapa Wahyu Ilahi dijabarkan?. Tentunya dengan interpretasi generasi terbaik dari umat ini. Maka renungkanlah ayat berikut:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (Q.S Ali-Imran : 110)
Khitob ayat ini ditujukan secara khusus kepada para Sahabat Radhiyallohu'anhum karena ayat ini turun ketika jaman para Sahabat. Tentunya yang paling memahami ayat ini adalah para Sahabat karena merekalah yang hidup dan menyaksikan langsung ketika wahyu Ilahi turun.
Kemudian dari hadits berikut kita akan mengetahui bahwa sebaik-baik umat ialah pada tiga generasi awal.
Dari Imran bin Hushain Radhiyallohu'anhu, Rosululloh Shalallohu alaihi wa Salam bersabda:
خيركم قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya” (HR. Bukhari : 6778)
Jika kita telah mengetahui bahwa para Sahabat merupakan orang-orang yang paling mengetahui tentang syariat ini untuk apa kemudian kita cari-cari pendapat lain yang serta-merta menyimpang dari pemahaman mereka.
Semoga apa yang sedikit ini dapat bermanfaat. Wallohu'alam
- Pencerahan di sela-sela i'tikaf
PMD3, 24 Ramadhan 1433 - 12 Agustus 2012
Andrey Ferriyan
sumber gambar: myvoice.opindia.com